PENGENDALIAN HAYATI
Pengendalian hayati sebagai komponen utama PHT pada dasarnya adalah pemanfaatan dan penggunaan musuh alami untuk mengendalikan populasi hama yang merugikan. Pengendalian hayati sangat dilatarbelakangi oleh berbagai pengetahuan dasar ekologi terutama teori tentang pengaturan populasi oleh pengendali alami dan keseimbangan ekosistem. Musuh alami yang terdiri atas parasitoid, predator dan patogen merupakan pengendali alami utama hama yang bekerja secara "terkait kepadatan populasi" sehingga tidak dapat dilepaskan dari kehidupan dan perkembangbiakan hama. Adanya populasi hama yang meningkat sehingga mengakibatkan kerugian ekonomi bagi petani disebabkan karena keadaan lingkungan yang kurang memberi kesempatan bagi musuh alami untuk menjalankan fungsi alaminya. Apabila musuh alami kita berikan kesempatan berfungsi antara lain dengan introduksi musuh alami, memperbanyak dan melepaskannya, serta mengurangi berbagai dampak negatif terhadap musuh alami, musuh alami dapat melaksanakan fungsinya dengan baik.
Agar tidak timbul kerancuan lebih dahulu perlu dibedakan pengertian tentang pengendalian hayati (biological control) dan pengendalian alami (natural control) yang seringkali dibicarakan bersama. Pengendalian Hayati merupakan taktik pengelolaan hama yang dilakukan secara sengaja memanfaatkan atau memanipulasikan musuh alami untuk menurunkan atau mengendalikan populasi hama. De Bach tahun 1979 mendefinisikan Pengendalian Hayati sebagai pengaturan populasi organisme dengan musuh-musuh alami sehingga kepadatan populasi organisme tersebut berada di bawah rata-ratanya dibandingkan bila tanpa pengendalian. Pengendalian Alami merupakan proses pengendalian yang berjalan sendiri tanpa ada kesengajaan yang dilakukan oleh manusia. Pengendalian alami terjadi tidak hanya oleh karena bekerjanya musuh alami, tetapi juga oleh komponen ekosistem lainnya seperti makanan, dan cuaca.
AGENS PENGENDALIAN HAYATI
Sebagai bagian kompleks komunitas dalam ekosistem setiap spesies serangga termasuk serangga hama dapat diserang oleh atau menyerang organisme lain. Bagi serangga yang diserang organisme penyerang disebut "musuh alami". Secara ekologi istilah tersebut kurang tepat karena adanya musuh alami tidak tentu merugikan kehidupan serangga terserang. Hampir semua kelompok organisme dapat berfungsi sebagai musuh alami serangga hama termasuk kelompok vertebrata, nematoda, jasad renik, invertebrata di luar serangga. Kelompok musuh alami yang paling penting adalah dari golongan serangga sendiri. Dilihat dari fungsinya musuh alami atau agens pengendalian hayati dapat kita kelompokkan menjadi parasitoid, predator, dan patogen.
1. Parasitoid
Perlu sedikit penjelasan antara istilah parasitoid dan parasit. Parasitisme adalah hubungan antara dua spesies yang satu yaitu parasit, memperoleh keperluan zat-zat makanannya dari fisik tubuh yang lain, yaitu inang. Parasit hidup pada atau di dalam tubuh inang. Inang tidak menerima faedah apapun dari hubungan ini, meskipun biasanya tidak dibinasakan. Misalnya kasus cacing pita pada manusia dan caplak pada binatang. Istilah parasit lebih sering digunakan dalam entomologi kesehatan. Serangga yang bersifat parasit yang pada akhirnya menyebabkan kematian inangnya tidak tepat bila dimasukkan ke dalam definisi parasit. Karena itu kemudian diberikan istilah baru yaitu parasitoid yang lebih banyak digunakan dalam entomologi pertanian.
Parasitoid adalah binatang yang hidup di atas atau di dalam tubuh binatang lain yang lebih besar yang merupakan inangnya. Serangan parasit dapat melemahkan inang dan akhirnya dapat membunuh inangnya karena parasitoid makan atau mengisap cairan tubuh inangnya. Untuk dapat mencapai fase dewasa suatu parasitoid hanya memerlukan satu inang. Dengan demikian parasitoid adalah serangga yang hidup dan makan pada atau dalam serangga hidup lainnya sebagai inang. Inang akan mati jika perkembangan hidup parasitoid telah lengkap.
Parasitoid merupakan serangga yang memarasit serangga atau binatang artropoda yang lain. Parasitoid bersifat parasitik pada fase pradewasanya sedangkan pada fase dewasa mereka hidup bebas tidak terikat pada inangnya. Umumnya parasitoid akhirnya dapat membunuh inangnya meskipun ada inang yang mampu melengkapi siklus hidupnya sebelum mati. Parasitoid dapat menyerang setiap instar serangga. Instar dewasa merupakan instar serangga yang paling jarang terparasit.
Oleh induk parasitoid telur dapat diletakkan pada permukaan kulit inang atau dengan tusukan ovipositornya telur langsung dimasukkan dalam tubuh inang. Larva yang keluar dari telur menghisap cairan inangnya dan menyelesaikan perkembangannya dapat berada di luar tubuh inang (sebagai ektoparasitoid) atau sebagian besar dalam tubuh inang (sebagai endoparasitoid). Contoh ektoparasit adalah Campsomeris sp yang menyerang uret sedangkan Trichogramma sp yang memarasit telur penggerek batang tebu dan padi merupakan jenis endoparasit. Fase inang yang diserang pada umumnya adalah telur dan larva, beberapa parasitoid menyerang pupa dan sangat jarang yang menyerang imago. Larva parasitoid yang sudah siap menjadi pupa keluar dari tubuh larva inang yang sudah mati kemudian memintal kokon untuk memasuki fase pupa parasitoid. Imago parasitoid muncul dari kokon pada waktu yang tepat untuk kemudian meletakkan telur pada tubuh inang bagi perkembangan generasi berikutnya.
Ada spesies parasitoid yang dapat melengkapi siklus hidupnya sampai fase dewasa pada satu inang. Parasitoid semacam ini disebut parasitoid soliter merupakan suatu spesies parasitoid yang perkembangan hidupnya terjadi pada satu tubuh inang. Satu inang diparasit oleh satu individu parasitoid. Contoh parasitoid soliter antara lain Charops sp (famili Ichneumonidae). Parasitoid gregarius adalah jenis parasitoid yang beberapa individu dapat hidup bersama-sama dalam tubuh satu inang. Contoh parasitoid gregarious adalah Tetrastichus schoenobii. Jumlah imago yang keluar dari satu tubuh inang dapat banyak sekali. Banyak jenis lebah Ichneumonid merupakan parasitoid soliter, dan banyak lebah Braconid dan Chalcidoid yang merupakan parasitoid gregarius.
Keuntungan atau kekuatan pengendalian hama dengan parasitoid adalah:
a. Daya kelangsungan hidup ("survival") parasitoid tinggi.
b. Parasitoid hanya memerlukan satu atau sedikit individu inang untuk melengkapi daur hidupnya.
c. Populasi parasitoid dapat tetap bertahan meskipun pada aras populasi yang rendah.
d. Sebagian besar parasitoid bersifat monofag atau oligofag sehingga memiliki kisaran inang sempit. Sifat ini mengakibatkan populasi parasitoid memiliki respons numerik yang baik terhadap perubahan populasi inangnya.
Di samping kekuatan pengendalian dengan parasitoid beberapa kelemahan atau masalah yang biasanya dihadapi di lapangan dalam menggunakan parasitoid sebagai agens pengendalian hayati adalah:
a. Daya cari parasitoid terhadap inang seringkali dipengaruhi oleh keadaan cuaca atau faktor lingkungan lainnya yang sering berubah.
b. Serangga betina yang berperan utama karena mereka yang melakukan pencarian inang untuk peletakan telur.
c. Parasitoid yang memiliki daya cari tinggi biasanya menghasilkan telur sedikit.
2. Predator
Predator merupakan organisme yang hidup bebas dengan memakan, membunuh atau memangsa binatang lainnya. Apabila parasitoid memarasit inang, predator atau pemangsa memakan mangsa. Predator umumnya dibedakan dari parasitoid dengan ciri-ciri sebagai berikut :
a. Parasitoid umumnya monofag atau oligofag, predator pada umumnya mempunyai banyak inang atau bersifat polifag meskipun ada juga jenis predator yang monofag dan oligofag.
b. Predator umumnya memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan mangsanya. Namun ada beberapa predator yang memiliki ukuran tubuh yang tidak lebih besar daripada mangsanya, contohnya semut yang mampu membawa mangsa secar berkelompok.
c. Predator memangsa dan membunuh mangsa secara langsung sehingga harus memiliki daya cari yang tinggi, memiliki kelebihan sifat fisik yang memungkinkan predator mampu membunuh mangsanya Beberapa predator dilengkapi dengan kemampuan bergerak cepat, taktik penangkapan mangsa yang lebih baik daripada taktik pertahanan mangsa, kekuatan yang lebih besar, memiliki daya jelajah yang jauh serta dilengkapi dengan organ tubuh yang berkembang dengan baik untuk menangkap mangsanya seperti kaki depan belalang sembah (Mantidae), mata besar (capung).
d. Untuk memenuhi perkembangannya parasitoid memerlukan hanya satu inang umumnya fase pradewasa, tetapi predator memerlukan banyak mangsa baik fase pradewasa maupun fase dewasa.
e. Parasitoid yang mencari inang adalah hanya serangga dewasa betina, tetapi predator betina dan jantan dan juga fase pradewasa semuanya dapat mencari dan memperoleh mangsa.
f. Sebagian besar predator mempunyai banyak pilihan inang sedangkan parasitoid mempunyai sifat tergantung kepadatan yang tinggi. Predator memiliki daya tanggap rendah terhadap perubahan populasi mangsa sehingga fungsinya sebagai pengatur populasi hama umumnya kurang terutama untuk predator yang polifag.
3. Patogen
Serangga seperti juga binatang lainnya dalam hidupnya diserang oleh banyak patogen atau penyakit yang berupa virus, bakteri, protozoa, jamur, rikettsia dan nematoda. Beberapa penyakit dalam kondisi lingkungan tertentu dapat menjadi faktor mortalitas utama bagi populasi serangga, tetapi ada banyak penyakit yang pengaruhnya kecil terhadap gejolak populasi serangga. Serangga yang terkena penyakit menjadi terhambat pertumbuhan dan pembiakannya. Pada keadaan serangan penyakit yang parah serangga terserang akhirnya mati. Saat ini dikenal lebih dari 2000 jenis patogen yang menginfeksi serangga dan jumlah itu mungkin baru sebagian kecil dari jenis patogen serangga di muka bumi. Jenis-jenis patogen tersebut antara lain adalah virus, jamur, bakteri, protozoa, dan nematoda.
CARA PENGGUNAAN PATOGEN SERANGGA DI LAPANGAN
Mengingat kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh patogen serangga maka dalam pemanfaatan patogen sebagai agens pengendalian hayati perlu diperhatikan beberapa faktor penting yang mempengaruhi tingkat keefektifan patogen terhadap serangga sasaran, antara lain:
• Dosis.
Dosis aplikasi minimum akan lebih baik daripada dosis aplikasi tinggi dalam peningkatan keefektifan patogen. Dosis tinggi menyebabkan persaingan pakan dan ruang antar patogen sejenis dan menghambat perkembangbiakan sehingga mampu menurunkan daya bunuh terhadap serangga sasaran.
• Waktu aplikasi
Kemapanan patogen yang merupakan makhluk hidup di lapangan sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Dalam aplikasinya diharapkan patogen tidak terkena cahaya matahari secara langsung karena sinar ultraviolet menyebabkan patogen tidak aktif bahkan dapat membunuh patogen dalam waktu yang relatif cepat. Agens hayati sebaiknya diaplikasikan pagi atau sore hari. Kelembaban tinggi lebih meningkatkan keefektifan patogen.
• Penyelimutan
Patogen harus benar-benar melekat atau menempel atau menyelimuti bagian tanaman maupun serangga sasaran. Dengan demikian kontak antara patogen dengan serangga sasaran cepat terjadi. Serangga sasaran yang mengkonsumsi patogen dengan cepat diharapkan mengalami kematian secara cepat juga.
• Derajat kemasaman, pH
Kondisi pH pada bahan pelarut sangat mempengaruhi keefektifan patogen. Pelarut dianjurkan memiliki derajat kemasaman yang normal (pH 7). Kondisi basa menyebabkan delta endotoksin pada Bt akan rusak dan efektifitasnya menurun.
• Anti mikrobiosis
Beberapa tanaman mampu menghasilkan senyawa-senyawa anti mikrobia yang dapat mengurangi keefektifan patogen. Senyawa nikotin yang dihasilkan oleh tanaman tembakau dapat menghambat pertumbuhan B. thuringiensis. Patogen tersebut juga terhambat pertumbuhannya karena adanya senyawa phenol dan terpenoid pada tanaman kapas. Senyawa alkaloid, tomatin dari tanaman tomat menghambat pembentukan koloni dan pertumbuhan jamur patogen B. bassiana. Asam klorogenik pada tanaman tomat dapat mengurangi efektifitas NPV dari Helicoverpa zea.
• Hama sasaran
Semakin muda umur serangga akan semakin rentan terhadap patogen. Hama sasaran dalam keadaan tertekan seperti sakit, kekurangan pakan, ketidakcocokan pakan, kepadatan yang terlalu tinggi menyebabkan tingkat kerentanannya semakin tinggi. Oleh karena itu sebelum aplikasi patogen di lapangan harus diketahui kondisi hama sasaran.
• Kompatibilitas
Patogen sebagai agens pengendalian hayati memiliki kemampuan dapat dipadukan dengan agens pengendalian yang lain sehingga daya bunuhnya lebih efektif dan hasilnya akan lebih memuaskan.
• Ketahanan inang
Spesies serangga tertentu yang rentan terhadap patogen dapat menjadi tahan dengan bertambahnya umur dan dipengaruhi oleh faktor genetik maupun lingkungan.
PERANAN PENGENDALIAN HAYATI DALAM PHT
Sesuai dengan konsepsi dasar PHT pengendalian hayati memegang peranan yang menentukan karena semua usaha teknik pengendalian yang lain secara bersama ditujukan untuk mempertahankan dan memperkuat berfungsinya musuh alami sehingga populasi hama tetap berada di bawah aras ekonomik. Dibandingkan dengan teknik-teknik pengendalian yang lain terutama pestisida kimia, pengendalian hayati memiliki tiga keuntungan utama yaitu permanen, aman, dan ekonomi.
Arti permanen di sini karena apabila pengendalian hayati berhasil, musuh alami telah menjadi lebih mapan di ekosistem dan selanjutnya secara alami musuh alami akan mampu menjaga populasi hama dalam keadaan yang seimbang di bawah aras ekonomi dalam jangka waktu yang panjang.
Pengendalian hayati aman bagi lingkungan karena tidak memiliki dampak samping terhadap lingkungan terutama terhadap serangga atau organisme bukan sasaran. Karena musuh alami biasanya adalah khas inang. Meskipun pernah dilaporkan kasus terjadinya ketahanan suatu jenis hama terhadap musuh alami antara lain dengan membentuk kapsul dalam tubuh inang, namun kejadian tersebut sangat langka.
Pengendalian hayati juga relatif ekonomis karena begitu usaha tersebut berhasil petani tidak memerlukan lagi tambahan biaya khusus untuk pengendalian hama, petani kemudian hanya mengupayakan agar menghindari tindakan-tindakan yang merugikan perkembangan musuh alami.
Kesulitan dan permasalahan utama dalam penerapan dan pengembangan pengendalian hayati adalah modal investasi permulaan yang besar yang harus dikeluarkan untuk kegiatan eksplorasi, penelitian, pengujian dan evaluasi terutama yang menyangkut berbagai aspek dasar baik untuk hama, musuh alami maupun tanaman. Aspek dasar dapat meliputi taksonomi, ekologi, biologi, siklus hidup, dinamika populasi, genetika, fisiologi, dll. Identifikasi yang tepat baik untuk jenis hama maupun musuh alaminya merupakan langkah permulaan yang sangat penting. Apabila identifikasi kurang benar kita akan memperoleh kesulitan dalam mempelajari sifat-sifat kehidupan musuh alami dan langkah-langkah kegiatan selanjutnya.
Kecuali diperlukan modal, fasilitas yang lengkap juga diperlukan sumber daya manusia terutama para peneliti yang berkualitas dan berpendidikan khusus dan berdedikasi tinggi sesuai dengan yang diperlukan untuk pengembangan teknologi pengendalian hayati. Sampai saat ini tenaga-tenaga ahli dengan kualifikasi demikian masih sangat jarang tersedia di Indonesia. Meskipun ada beberapa ahli yang berpendapat bahwa untuk pengendalian hayati yang penting adalah adanya tenaga peneliti yang berpengalaman dan berdedikasi tinggi serta cukup memiliki rasa seni dan intuisi, namun bagaimanapun untuk keberhasilan pengendalian hayati dalam kerangka PHT diperlukan juga dasar pengetahuan dan teknologi yang mantap.
0 komentar:
Posting Komentar